NETIZEN'S COMMENT
- Vanessa Astari
- May 4, 2020
- 5 min read
Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ya!
How’s life going during the quarantine? I hope you guys doing okay. Let’s fill our mind with positivity, until the pandemic is over.
Kali ini akan membahas komentar warga net, yang sering kali jempolnya menyakiti hati orang lain.
Belum lama ini, gue mendengar kabar burung, katanya ada orang yang tidak suka dengan gue karena gue seringkali bicara menggunakan bahasa Inggris yang dicampur-campur dengan bahasa Indonesia. Katanya, itu membuat gue “sok inggris” bagi mereka.
I am pretty sure I couldn’t please every single person on earth, but I just want to speak my hearts out. I’m not here to ask you to take back what you’ve said. No.
Belajar bahasa inggris itu penting.
“Mosok seh? Tak kandani yo, sinau bahasa inggris iku ga usah keakean pola, kon lek ga isok yo wis ga usah sok-sok an, koyok ga duwe gawe ae kon”
Hehehe, justru belajar bahasa – bahasa apapun ya – harus dipraktikkan terus menerus. Tidak bisa hanya belajar teori saja. Gue memang belum fasih, malah jauh sekali dari sempurna, masih sering salah grammar, salah pronunciation, masih minim penggunaan vocab, dan segala kekurangan lainnya sampai lupa, maybe you can help me with this, I heard that you’re good at finding mistakes in others.
“Halah, lek tak kongkon ngomong nggawe bahasa inggris kabeh, mesti kon ga isok, yakin aku”
Memang belum bisa, siapa yang bilang bisa? Tidak pernah sekalipun gue mengaku pintar berbahasa inggris. Skor TOEFL saja masih 503, dan mungkin bisa turun kalau gue nggak belajar lagi untuk memperbaharui sertifikatnya. Tetapi fungsi bahasa inggris bagi gue itu lebih kepada urgency nya untuk gue sebagai mahasiswa pascasarjana dan keinginan gue untuk menjadi seorang dosen – terlepas itu akan terwujud atau tidak, manusia hanya bisa usaha dan berdoa, kan? Kalau bahasa inggris gue stuck di level itu-itu saja, gue yang rugi. I think someday the world might step on a phase where our capabilities are being assessed by how well do we understand English. I can’t ensure you, nor I can’t convince you about that statement whether it’d going to happen or not, it’s just lies there my head, so that I have my own reason to study English – harder – in everyday life, using social media as my platform. Why didn’t I take English course instead? Because I’m 23 yo now, I need to focus on my job amid my study at postgraduate programme, developing my socio-environment community, and many more. Honestly, I don’t think that telling you all my business could change your mind about me hahahaha. I use my social media by following international organization and international celebrities’ verified accounts so I can read their captions and try to understand what they’re sayings, I still use google to look for an answer though. Social media is the best place to practice and improve my English skills, karena gue tidak punya teman-teman warga negara Amerika Serikat atau Inggris atau Australia yang bisa gue temui setiap hari. Lalu bagaimana cara gue menjaga dan meningkatkan kemampuan berbahasa inggris gue kalau bukan lewat media sosial?
“Nonton film opo ndelok youtube arek ngomong bahasa inggris lak isok seh sakjanne, hayo? Kate ngomong opo kon?”
Iya itu juga memang gue lakukan kok. Tetapi untuk membiasakan diri menulis dan berbicara bahasa inggris kan tidak bisa hanya ditonton saja tanpa dipraktikkan. Contoh ya, belajar matematika, memangnya bisa hanya menghafal rumus tanpa latihan beragam contoh studi kasus dalam soal yang berbeda? Sama, bahasa pun begitu. Kalau tidak dipraktikkan ya tidak akan maju. Tidak akan bisa. Hanya akan membuat kalian bicara yes dan no saja setiap ketemu orang luar negri secara tidak sengaja. Terbukti saat SD – SMA gue les bahasa inggris tapi saat ketemu orang luar negri yang menggunakan bahasa inggris, gue tidak bisa lancar berbincang-bincang, padahal nilai di rapot – selalu – minimal 85 untuk mata pelajaran bahasa inggris. Contoh lain, gue adalah seorang Sarjana Perikanan, tapi bukan berarti gue tahu semua jenis ikan air laut, air tawar dan air payau, bukan berarti gua juga mengerti kenapa nelayan kebanyakan terpaku dengan tanggalan Jawa untuk pergi melaut padahal bisa saja mereka lihat ramalan cuaca tiap pagi di TV dari rumah mereka – anyway, jangan salah, nelayan itu isi rumahnya ada TV, AC, Kulkas, mereka itu penghasilannya banyak loh – karena gue bukan praktisi, gue hanya akademisi. Ilmu gue tentang perikanan dan kelautan masih dangkal, maka dari itu gue sangat senang jika bisa berteman dengan salah satu nelayan, gue bisa paham kenapa terkadang teori dan praktik tidak selalu berbanding lurus. Hal ini mencerminkan bahwa teori tanpa praktik itu percuma. Juga, sebagai mahasiswa pascasarjana, gue dituntut untuk banyak membaca jurnal rekomendasi dosen yang rata-rata isinya full berbahasa inggris. Google translate tidak bisa menolong. Tetapi dengan bekal pemahaman bahasa inggris pada level beginner atau intermediate expert pasti akan lebih memudahkan. Bahasa inggris dalam buku atau jurnal keilmuan tidak sama dengan bahasa inggris dalam sehari-hari. Maka dari itu perlu banyak baca, mendengarkan, dan juga praktik.
“Sepurane tetep ae aku gak seneng ambek awakmu, kon iku ndek Indonesia, KTP mu loh Indonesia, tapi kon nggak gelem nggawe bahasa Indonesia, isin a? So sorry for you, but my English skills is better than you, but I still respect my mother language by using it in everyday life instead of mixing it with English. Your mistakes in practicing English at social media makes me sick and feel irritated. That’s why people are talking about you. Because we can see so much inappropriate thing in your writings and sayings. Nggawe bahasa dicampur-campur iku ben kon ketok arek Jakarta ngunu a?”
Gue tidak pernah bilang bahwa gue malu menggunakan bahasa Indonesia. Gue juga bukan orang Jakarta, tetapi Bekasi yang notabene bagian dari Provinsi Jawa Barat. Bahasa Indonesia pun gue juga masih banyak belajar sesuai EYD. Gue yakin dari semua tulisan ini mungkin bisa ditemukan 100 kesalahan atau lebih. Tetapi itulah seni dari belajar, kesalahan akan selalu keluar. Kata ganti orang pertama dan kedua “gue – lo” itu bukanlah bahasa gaul. Itu adalah bahasa daerah, bahasa suku Betawi, meski bukan secara langsung karena ini adalah khazanah dialek asli suku Cina. Ketika ada orang bicara dalam bahasa “gue – lo” percayalah, mereka hanya rindu bersilat lidah dalam bahasa ibu mereka atau itu adalah orang dari daerah lain yang mencoba belajar bahasa “gue – lo” karena banyak temannya berasal dari Jabodetabek – Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi – jadi tidak semua orang berbahasa “gue – lo” itu dari Jakarta. Karena BODABEK adalah wilayah disekitar Jakarta, meskipun beda provinsi, tapi namanya kultur pasti bisa mengalami peleburan karena jarak yang berdekatan. Kalau lo tidak suka dengan cara gue belajar bahasa inggris, lo boleh unfollow gue atau block gue dari media sosial lo. Itu sah saja dan tidak dilarang hukum. Tapi jangan pernah menertawakan orang yang sedang giat belajar bahasa asing – apapun itu – dan bahasa daerah – apapun itu – karena orang yang mau belajar derajatnya lebih tinggi dari orang yang sombong. Ingat itu baik-baik. Kalau lo menemukan kesalahan gue dalam penulisan dan pengucapan bahasa Inggris atau bahasa lainnya, silahkan beritahu. Silahkan tegur. Silahkan. Tidak akan membuat lo menjadi jahat, justru akan membuat lo terlihat bijak karena ingin mencerdaskan orang lain juga.
Jadi begitulah khayalan dalam kepala gue jika gue berhadapan langsung dengan orang yang selalu menertawakan niat belajar orang lain. Meskipun kemungkinan kalau benar kejadian, gue kalah debat. Tetapi biarlah, disini gue bukan ingin menang. Gue hanya ingin bicara. Gue bukan ingin dimengerti. Gue hanya ingin didengar. Apapun itu, gue rasa belajar sesuatu yang positif bukan hal yang haram dan juga memalukan. Tetapi sudah dipastikan gibah, iri, dan dengki adalah hal yang haram. #mashaAllahtabarakallah.
Semoga ibadah puasa teman-teman hari ini lancar, dan mari sejenak kita luangkan waktu untuk berdoa agar pandemic COVID-19 ini segera berlalu, dan semoga semua orang yang sedang berjuang mencari nafkah, terkena PHK oleh kantor, dalam kondisi kelaparan ataupun berjuang di garda terdepan untuk memerangi COVID-19 diberikan kemudahan, lapang rejekinya dan kesehatan, amin.
STOP GIBAH, START SEDEKAH.
With love, V-A.
Comments