How To Be A Man (in Mas Fian's Version)
- Vanessa Astari
- Jul 13, 2017
- 5 min read

Warm hug from me! Greetings from Malang, yuhu!
Maafkan gue yang sudah lama nggak muncul untuk sekedar bercerita, berargumen, ataupun berbagi tips dalam beberapa hal yang gue kira akan bermanfaat untuk kalian. Tapi sekarang gue kembali, kok! Ingin berbagi pengalaman seseorang yang menurut gue quite inspiring untuk anak muda seperti kita, khususnya mungkin para kaum lelaki hehe...
Anyway, kepulangan gue yang sangat cepat ke Malang disebabkan oleh sebuah tanggung jawab yang nggak bisa gue tinggal, karena guelah yang menyanggupi untuk mengerjakan hal tersebut. Seharusnya, mahasiswa normal akan libur hingga akhir Agustus nanti, tetapi...well, yeah here I am, dude, tryin' to take care of several things about 'ospek' thingy. Tetapi, sejauh ini belum ada penyesalan yang berarti untuk mengorbankan liburan gue, kok! Gue selalu yakin, somewhere out of your comfort zones, there is life where it will give you something to learn about.
Dan tentu saja, baru beberapa hari menapakkan kaki disini, gue sudah mendapat suatu pelajaran penting yang berasal dari pengalaman asli Mas Fian, beliau adalah kakaknya Wichak. So, here we go!
Sejak tanggal 9 Juli kemarin, jadwal rapat gue bisa dibilang cukup padat. at least once a day pasti ada rapat. Hingga di suatu hari yang cerah (namun berangin) tanggal 12 Juli, Wichak (partner gue saat ini) mengajak gue nemenin dia ke rumah kakaknya di Gresik untuk mengambil motor adiknya yang sempat dititipkan disana. Kebetulan, Wichak mengajak gue disaat yang tepat, selesai gue rapat. Gue pun antusias dan langsung menyetujui. Wichak mengajak dua adik kelas kami bernama Tejar dan Anis untuk ikut juga. Kami meluncur dengan mobil. Perjalanan cukup molor karena weekday dan banyak truk beroprasi. Tetapi, syukurlah akhirnya kami sampai dengan selamat dirumah Mas Fian.
Sesampainya disana, kami ngobrol-ngobrol sebentar dan diajak makan malam bersama di sebuah kedai Japanese Food yang gue lupa namanya apa hehehe. Mas Fian mentraktir kami. Sambil menunggu makanan datang, Mas Fian dan Wichak saling bertukar cerita. Hingga Mas Fian mulai bercerita tentang pernikahannya yang udah berjalan beberapa tahun dan sekitar 8 bulan yang lalu dikaruniai anak laki-laki yang lucu bernama Atar.
Mas Fian adalah seorang taruna di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, dia seorang komandan diantara taruna lainnya. Jadi, Mas Fian hidup cukup disiplin dan tegas, tetapi santai (kepribadiannya ini nurun ke adiknya, Wichak). Dan Mas Fian itu orangnya cerdik (beliau sendiri yang bilang, hahaha). Nah, sampailah suatu hari Mas Fian menyatakan cinta ke wanita pujaannya. Yah, 'nembak' ala-ala anak muda biasa. Kira-kira begini percakapannya :
"Aku mau kamu menjadi pacarku," katanya dengan penuh percaya diri di depan beberapa teman dekatnya Mbak Mega.
Mbak Mega (nama istrinya Mas Fian) dengan santai menjawab, "Kalau aku jadi pacarmu, kira-kira akan menjadi apakah kamu dalam 5 tahun ke depan?"
Mas Fian tanpa pikir panjang, menjawab lagi, "Aku akan lulus dalam kurun waktu 2 tahun 3 bulan lagi, dan 5 tahun dari sekarang, aku janji akan nikahi kamu. Nggak butuh waktu lama bagi aku untuk mempersiapkan diri menikahimu," katanya dengan yakin. "Itu 5 tahun adalah maksimal!" katanya lagi memberi penekanan.
Mbak Mega agak terkejut tapi mungkin memilih tidak memperlihatkannya, beliau jawab, "Kalau kamu lulus lebih lama dari kurun waktu yang kamu sebutkan, bagaimana?"
"Kamu boleh cari lelaki yang lebih baik dari saya, dan saya akan terima dengan lapang dada serta memberi kalian selamat," jawabnya tanpa ragu lagi.
Kemudian salah seorang temannya Mbak Mega nimbrung, "Kamu yakin, 5 tahun lagi kamu masih hidup?"
Mas Fian hanya melirik, dan menjawab "Yakin,"
Teman-temannya Mbak Mega terkejut. Tetapi Mbak Mega nggak kalah pintar, beliau bilang "Itu kan janjimu 5 tahun lagi, lalu bagaimana dengan kita 10 tahun kedepannya?"
"Kamu dan aku akan hidup bahagia sebagai sebuah keluarga," lagi-lagi, beliau jawab dengan yakin tanpa terbata-bata.
Akhirnya, Mas Fian dan Mbak Mega menjalani sebuah hubungan 4 tahun lamanya. Dan janji-janji Mas Fian satu persatu terpenuhi, tetapi dengan perhitungan yang melesat dari janji awal. 2 tahun 1 bulan setelah pacaran, Mas Fian lulus kuliah. Ya, melesat kan? Lebih cepat dari perkiraan awal. Kemudian di usia pacaran yang ke 4 tahun, ayah dari Mbak Mega bertanya (mungkin iseng, hanya ingin lihat keseriusan Mas Fian dalam menjalani sebuah hubungan), "Kapan kamu lamar anak saya?" dan Mas Fian tersenyum, dia menjawab "2 minggu lagi, Om!" lalu ayahnya terkejut, "Kamu serius?" dan Mas Fian nggak mikir panjang, jawab dengan santai "Iya, saya serius akan lamar anak Om."
Mas Fian pun bilang ke keluarganya kalau beliau punya niatan untuk menikahi Mbak Mega. Semua keluarga terkejut, tapi pastinya menyambut baik niat itu, karena...yah menikah itu kan ibadah, masa dilarang? Dan acara lamaran, akad nikah serta resepsi pun berjalan lancar. Lagi-lagi, perhitungan Mas Fian melesat. Nggak sampai 5 tahun, beliau benar-benar menikahi Mbak Mega. Melesat lebih cepat dari perkiraan awal.
Selesai cerita, gue tepuk tangan. Entah kenapa, rasanya kagum sekali mendengar cerita sehebat ini langsung dari orangnya langsung, tanpa perantara! Mas Fian hanya nyengir-nyengir, mungkin agak risih gue berlagak seperti bocah yang baru dibelikan balon Upin-Ipin ditengah keramaian orang yang sedang makan malam.
Mas Fian lalu bilang lagi, "Tau nggak, kenapa Mega nanyain hal-hal aneh pas gue tembak?"
Gue pun menjawab asal, dan salah pula hehe.
"Mega itu nggak mau pacaran sama sembarangan laki-laki, Nes. Dia mau pacaran sama laki-laki yang punya visi dan misi di hidupnya. Karena gini deh, ibaratnya kalau seorang laki-laki aja nggak punya visi dan misi di hidupnya, artinya nggak bisa mimpin dirinya sendiri, ya dong? Kalau dia aja nggak bisa memimpin dirinya sendiri, maka gimana mau punya istri, anak, rumah tangga? Wong dia aja gak bisa mimpin dirinya sendiri, apalagi anak orang!"
Gue dan Anis ngangguk setuju, seolah abis dihipnotis Romi Rafael (buat fansnya Romi, kasih tau ya kalau gue salah mengeja namanya hehe).
"Saat gue nembak Mega, gue ngerasa gue udah seorang lelaki, bukan cowok atau bocah lagi. Dan seorang lelaki itu yang bisa dipegang adalah omongannya. Gue pribadi selalu berusaha bertindak sesuai omongan, karena gue lelaki. Beda sama cowok loh ya! Kadang gini Nes, gue kalau liat orang pacaran gitu ya bertahun-tahun, pengen ngeledekin (khususnya ke si cewek) : Eh! Situ pacaran lama-lama emang yakin bakal dinikahin sama cowoknya? Karena emang seharusnya seusia kalian itu udah gak main-main milih pasangan, harus cari yang punya masa depan yang cerah."
Dan malam itu, gue langsung berpikir bahwa semua omongan Mas Fian itu benar. Untuk lelaki-lelaki diluar sana yang masih menolak dipanggil 'lelaki' dan malah masih senang disebut 'cowok', think about it again. Masa kuliah itu nggak akan lama, pasti langsung berlalu dengan cepat. Kalian harus bisa punya prospek panjang untuk kehidupan kalian kedepannya, karena bisa jadi, setelah cerita gue tentang Mas Fian ini, akan bermunculan Mbak Mega-Mbak Mega yang lain.
Bukan, sebagai wanita, nggak ada yang mau dinikahi secara buru-buru juga, karena sejatinya gue percaya bahwa kehidupan berumah tangga itu nggak selalu semanis yang kita pikirin dan seringan yang kita liat. Tetapi, sebagai wanita, butuh sebuah kepastian untuk masa depannya nanti, karena kita bakal mengabdi sama suami sampai akhir hayat. Jadi, selamat datang di dunia usia 20-an, dimana cerita-cerita seperti ini akan keluar-masuk telinga kalian baik wanita atau lelaki, dan membuat kalian berpikir untuk lebih hati-hati memilih pasangan.
Hehe, gue mungkin masih teralu muda untuk bahas ginian, tetapi karena kisahnya sangat inspiratif dan memotivasi kita untuk punya visi dan misi dalam hidup, gue rasa nggak ada ruginya berbagi cerita ini.
Well, semoga bermanfaat dan selamat menyusun visi-misi kalian!
PSSST, (untuk lelaki) hati-hati akan banyak 'Mbak Mega bertebaran' setelah ini dan (untuk wanita) semoga berhasil dalam mencari 'Mas Fian' hahaha!
Comments