top of page

ETIKA DALAM BERSOSIALISASI

  • Vanessa Astari
  • Apr 30, 2017
  • 7 min read

Happy long weekend, people! Semoga kalian punya rencana liburan yang seru, ya!

Kali ini gue ingin berbagi pengalaman seputar etika dalam bersosialisasi, sesuai judulnya hehehe.


Menurut kalian, apa sih etika itu? (Harap dijawab di dalam hati)

Kalau menurut gue pribadi, etika merupakan tata cara kita berperilaku. Nah, biasanya etika ini ada sangkut pautnya dengan nilai moral. Therefore, we should behave ethically as we considered as well educated people. Beretika nggak harus ketika kita berada dalam keadaan formal (saat di sekolah, saat berada di rapat suatu forum atau organisasi, ataupun saat sedang bekerja), tetapi bagi gue, beretika itu harus tetap diterapkan dimanapun kita berada, dengan siapapun kita sedang bersama, dan dalam keadaan apapun. Kali ini, untuk mempersempit pembahasan, gue akan lebih menitikberatkan etika dalam bersosialisasi. Umum banget kan? Very simple but yet often forgotten, peeps.

Terkadang, ketika kita bersosialisasi dalam masyarakat, kita sering melupakan etika kita hanya karena kita kenal dekat dengan orang itu. Etichs could lead us to become respectful to others. Seperti contohnya, ketika gue masih duduk di bangku SMA, gue ikut ekstrakulikuler Tari Ratoeh Jaroe, dimana mungkin cara ekskul kami melakukan bonding serta increasing the solidarities terhadap sesama anggotanya yaitu dengan menerapkan aturan berbau etika. Yaitu harus hormat maksimal terhadap seniornya, bahkan terkesan menekan kami untuk tunduk terhadap senior. Mungkin lebih familiar dan mudah dicerna yaitu ekskul gue sama dengan ekskul Cheerleader di sekolah kalian. Ya, kami wajib menyapa sambil tersenyum kepada senior kami sesama anggota ekskul tersebut, kami harus bicara dengan nada yang sangat pelan serta bahasa yang sopan. And also we are not allowed to act too much when we passed by their teritory such as the senior's hall or near their classroom or even the shcool's cafetaria. Benar-benar ruang gerak kami dibatasi, kalau kami membangkang, bisa-bisa kami akan ditegur atau mendapat sindiran-sindiran menyakitkan dari mereka. Dulu, gue pernah berpikir, untuk apa adanya hal tersebut? Hanya untuk perpeloncoan? Atau mendapat pengakuan bahwa senior adalah Raja di sekolahan? Sementara junior tidak punya hak dan kebebasan untuk melakukan apa yang kami sukai?


But now i know, that all the suistainable tradition must be have it's own purposes. Salah satunya yaitu menciptakan pribadi yang sopan, ramah dan mampu menghormati orang lain. Hal tersebut baru gue rasakan efeknya ketika gue memasuki dunia perkuliahan. Yang notabene, diisi oleh orang-orang yang heterogen alias memiliki background yang berbeda-beda. Untuk bisa blend in, gue tentunya harus menunjukkan bahwa gue adalah 'tamu' atau 'perantau' yang tidak sembarangan. Bahwa gue memiliki kualitas dan bisa berbaur dengan baik. Karena penerapan etika bersosialisasi yang cukup keras selama 3 tahun di SMA tersebut, gue jadi trebiasa untuk jalan menunduk di depan senior (atau minimal tidak teralu over acting jika sedang berada di lingkungan yang banyak seniornya), menyapa atau minimal tersenyum kepada senior maupun teman yang gue kenal, terbiasa bicara dengan nada yang rendah dan baik kepada orang-orang yang baru gue kenal maupun yang sudah lama kenal (tapi terkadang masih suka kelepasan bicara seenaknya sih kalau dengan orang yang sudah lama gue kenal HEHEHE)!


Selain itu, hasil didikan ekskul gue juga membuat gue untuk mengucapkan kata 'maaf', 'tolong' dan 'terima kasih' lebih sering lagi dalam kehidupan sehari-hari. Serta gue juga nggak berani untuk asal menelpon atau berlaku gak sabaran terhadap senior gue meskipun keadaannya sangat urgent. Karena, dulu, aturan di ekskul gue yaitu nggak boleh asal nelpon atau ngechat ke sesama anggota ekskul karena dianggap nggak sopan. Maka, gue pun nggak pernah melakukan itu karena bagi gue nggak sopan. Mindset gue sudah terkontaminasi hahaha!


Berdasarkan pengalaman, gue pernah melihat teman perempuan gue yang bercanda dengan seorang senior gue yang perempuan juga. Padahal perkenalan mereka belum lama, beru sekitar 3 bulan, tetapi dia sudah berani mengeluarkan gaya bercanda yang sedikit sarkas sambil memukul pundak senior gue tersebut. Gue sedikit kaget dia berani seperti itu di umur perkenalan yang masih sebesar jagung, dan benar saja, gue melihat dengan jelas bahwa senior gue langsung 'baper' hehe. Kemudian sejak itu gue semakin mawas diri dan berhati-hati dalam bersosialisasi dengan senior karena beberapa hari berikutnya teman gue itu ternyata dianggap orang yang menyebalkan oleh senior-senior gue yang lain. I don't want that to be happen to me, and I know you do, right?


Selain terhadap senior, gue juga merupakan orang yang suka menyapa guru-guru semasa sekolah dulu. Beberapa guru bahkan hobi bercanda dengan gue. Entah kenapa gue sangat suka mendapati diri gue bisa akrab dengan mereka dan menjadi salah satu murid yang dikenal diruang guru. Meski begitu, gue sadar ketika kuliah gue nggak bisa seperti itu karena hubungan seorang dosen dan mahasiswa memiliki banyak batasan. Sangat jarang dosen yang mau membiarkan dirinya dianggap 'teman' oleh mahasiswanya. Tetapi untunglah beberapa dosen muda mengenal gue dan gue bisa menyapa mereka sambil tersenyum jika kami berpapasan. Tentu saja gue tetap menjunjung tinggi kesopanan, jika berbicara dengan mereka, bahasa baku yang sopan tetap gue gunakan agar nggak dianggap mahasiswa yang nggak tahu diri.


Nah, untuk etika sosialisasi gue terhadap sesama teman adalah gue berusaha menghargai mereka dalam urusan apapun. Apalagi di urusan kepanitiaan dan keorganisasian, gue berusaha sebisa mungkin untuk nggak marah secara meledak-ledak ke mereka jika memang kesalahan yang mereka buat nggak fatal dan nggak menyebalkan. Karena menurut gue, semisal meski jabatan atau posisi di suatu kepanitiaan dan organisasi gue lebih tinggi dari mereka, toh we're still born at the same year, umur kita juga masih sama, maka nggak etis rasanya jika kita bersikap seolah bahwa kita adalah bos yang berhak memarahi mereka layaknya seorang pegawai yang lalai. Sebisa mungkin, gue memberitahu atau pengertian atau menegur dengan tegas namun sopan. Gue nggak sampai hati jika mengomel karena urusan seperti itu, gue yakin nantinya akan ada awkward moment berkepanjangan.


Kebetulan akhir-akhir ini gue baru saja menyelesaikan salah satu kegiatan ospek yang wajib di program studi gue, nama acaranya SWIVEL. Acara tersebut merupakan annual yang akan di handle oleh angkatan satu tingkat diatas MABA. Which means, my batch are in charge to plan and execute the event. Kepanitiaan ini bersifat wajib bagi seluruh angkatan dan sangat membebani otak dan fisik, selain itu juga menyita waktu. Gak sedikit anggota kepanitiaan ini yang sampai jatuh sakit karena nggak kuat menahan beban psikologis yang diciptakan oleh kesulitan dan complexity dari acara tersebut. Salah satunya gue, ya, gue jatuh sakit sampai seminggu lamanya karena kelelahan. Jujur saja, karena gue juga menjalani kepanitiaan lain diluar acara SWIVEL tersebut, sehingga gue benar-benar kekurangan istirahat, dan saat salah makan sedikit, lambung gue yang sangat sensitif itu langsung bermasalah.

Pada hari-H acara, gue berusaha sehat dan datang untuk mempertanggungjawabkan job desk yang sudah dibebankan di pundak gue oleh ketua divisi Acara. Dan sialnya, pada hari itu banyak kejadian tak terduga yang membuat teman-teman gue yang tergabung dalam divisi Acara menjadi sangat tempramen dan emosional. Salah satunya adalah ketika berangkat menuju venue SWIVEL yaitu di Probolinggo, gue dan beberapa teman gue menyewa mobil karena kondisi kesehatan gue yang belum pulih 100% membuat gue ragu untuk ikut naik motor ataupun truk TNI karena otomatis tubuh gue akan bergesekan dengan angin, dan gue gak ingin merepotkan teman-teman gue selama disana jika gue jatuh sakit lagi. Selama perjalanan, kami ketinggalan jauh dari rombongan, karena kala itu sedang long weekend. Macet dimana-mana, dan banyak truk besar bertebaran disepanjang jalan. Alhasil, gue pun terlambat datang di venue, padahal map salah seorang teman gue yang berisi data-data rundown, surat TOR, protokoler MC ada di gue. Ketika di titipkan map tersebut, gue nggak bertanya apa isinya, sehingga gue mengiyakan untuk dititipkan (salah gue sih). Kemudian akibat keterlambatan gue, gue pun di telpon berkali-kali oleh salah seorang teman dekat gue, tetapi karena ini acara besar, mungkin tingkat profesionalitasnya dia berlebihan, sehingga gue sempat dibentak di telpon. OOPS!


Gue pribadi sangat menyayangkan dia melakukan hal itu, karena keterlambatan ini nggak sepenuhnya salah gue, dan keberadaan map tersebut yang berisi data penting juga gue nggak mengira akan serumit ini, toh teman gue yang menyetir sudah ngebut maksimal bahkan beberapa kali kami hampir tabrakan. Gue ulang, TABRAKAN. Tetapi syukurlah, Allah masih melindungi kami. Oh ya, selain itu, di telpon gue sempat mendengar salah seorang teman gue yang lain menyeletuk "MEREKA NGAPAIN AJA SIH? LAMA AMAT?" Whoa! Lo kira gue mampir ke mall terus belanja? (hehhee maaf gue sedikit emosi lagi). Dan di hari itu pun akhirnya gue nggak mau berinteraksi dengan dua orang teman gue tersebut. Sakit hati. Etikanya mereka lepas gitu aja terlahap api kemarahan. Sehingga bahkan nggak memfilter omongannya.


Kemudian kejadian lainnya masih di SWIVEL yaitu ketika pemateri yang gue handle nggak well prepared, maka sebagai divisi Acara kita harus mampu memutar otak dan mengotak-atik rundown agar acara tetap berjalan lancar. Kebetulan teman-teman sesama divisi gue sedang ambil shift buat istirahat dan bersih-bersih, jadi gue handle hanya berdua dengan salah seorang teman. Tetapi sialnya, kami berdua nggak ada yang bisa mengendarai sepeda motor, sehingga saat ada kebutuhan urgent untuk switch positiion urutan pemateri, kami harus menjemput pemateri satunya lagi di pelabuhan. Gue pun uring-uringan, hampir emosi. Tetapi gue masih tahan, akhirnya mau gak mau gue minta tolong kepada salah seorang teman gue yang tadinya gue gak mau bicara, gue minta dia untuk jemput pemateri, dan sepertinya dia sedang dilahap api kemarahan, dia hanya menoleh, sinisin gue dan pergi melengos mengambil jatah konsumsi panitia, tanpa bicara apapun. Whoa!

Dari kejadian-kejadian diatas, gue hanya ingin menyampaikan, etika bersosialisasi terhadap teman sejawat itu nggak kalah penting dengan etika kalian terhadap orang yang usianya lebih tua. Jangan sampai kalian menganggap enteng perasaan teman kalian hanya karena usia kalian setara. Nggak baik meledak-ledak tanpa alasan yang jelas dan tanpa mau membiarkan teman kalian yang berbuat salah itu memberi penjelasan. Setiap orang mampu melakukan kesalahan, dan ketika sedang melaksanakan kerjasama tim, sebaiknya komunikasi yang baik itu dijunjung tinggi. Menegur boleh, tetapi harus tetap ingat bahwa kalian bukanlah bos dari mereka yang melakukan kesalahan, dan yakinilah bahwa kesalahan itu sejatinya berantai yang terkadang nggak diketahui ujung dan pangkalnya dimana berasal. Maka sebelum bersikap seolah kalian adalah orang yang paling benar, coba dengarkan baik-baik dan jangan judge seenaknya.


Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari juga patut diterapkan etika yang baik. Semisal dalam kerja kelompok, kalian harus lebih peka dan mau membantu teman kalian, jangan hanya mau bekerjasama dengan sahabat kalian saja, tapi harus mampu profesional juga. Komunikasi yang baik sekali lagi harus kalian terapkan, jangan lupa juga untuk ucapkan 'maaf', 'tolong', serta 'terima kasih' sesering mungkin. Karena kalian nggak akan pernah tahu kapan teman kalian tersinggung karena ucapan atau perilaku kalian bahkan yang terkecil sekalipun. Jika berbicara juga usahakan dengan bahasa dan nada bicara yang baik, meski teman, bukan berarti mereka berhak dapat perkataan yang kasar atau perilaku sinis ketika kalian sedang dilanda mood yang buruk, dan untuk bercanda juga tetap di filter ya!


Untuk etika bersosialisasi terhadap orang yang lebih muda sejatinya lebih mudah! Kalian hanya perlu ramah dan bersikap baik kepada mereka, dengan begitu mereka akan menghargai dan menghormati kalian tanpa perlu kalian suruh. Juga jangan mentang-mentang lebih tua atau lahir duluan, kalian berperilaku seenaknya, tetap utamakan bicara sopan, dan bercanda sesuai porsinya jika kalian nggak ingin mendapat perlakuan yang 'nyeleneh' dari mereka.


Well maybe that's all, cukup segitu saja pengalaman dan tips dari gue untuk etika dalam bersosialisasi. Semoga bermanfaat dan mampu menjadikan kita semua pribadi yang lebih baik lagi! Gue juga belum sempurna dalam menerapkan etika yang baik, maka dari itu, mari sama-sama ingatkan teman, senior, junior, keluarga, dosen, guru, maupun strangers untuk menjunjung tinggi etika yang baik agar nilai moral orang Indonesia yang terkenal ramah, rendah hati, dan baik nggak luntur dimakan zaman yang semakin maju.


HAPPY SUNDAY, ALL!

Comments


V-A for Vanessa Astari

bottom of page