Unpleasant Flight
- Vanessa Astari
- Feb 26, 2017
- 3 min read

Seperti yang sudah kalian ketahui, gue merupakan salah seorang perantau. Alasan gue merantau adalah untuk belajar di perguruan tinggi, gue merantau ke tanah Jawa Timur, yaitu di Malang. Tidak ada yang spesial dari seputar dunia perantauan akhir-akhir ini, hingga kemarin tepatnya tanggal 18 Februari 2017 gue ‘terbang’ ke Malang setelah satu bulan lebih berlibur di Bekasi.
Penerbangan gue ke Malang selama ini oke-oke saja. Biasanya memilih flight schedule yang paling awal agar gue bisa berleha-leha sebentar di kostan dan kemudian mengajak pacar gue untuk jalan-jalan atau sekedar makan malam. Tetapi, kali ini berbeda. Gue harus ambil jadwal yang siang karena gue akan pindah kostan dan hari sabtu biasanya harga tiket pesawat sedang tinggi-tingginya. Well, what can I say?
Gue pun sudah mempersiapkan diri gue dengan baik hari itu. Gue pergi ke Malang sendiri, membawa 4 bawaan sekaligus. Ya, gue memang lebih suka pergi sendirian agar mendapat kesan independent hehe. Gue sudah sarapan, dan minum cukup banyak air agar gue sehat sesampainya di Malang (anyway gue pernah mendapat pengalaman buruk seturunnya dari pesawat hanya karena sarapan dengan sepotong roti!). Air crew pesawat yang akan gue naiki pun memanggil kami untuk boarding tepat pukul 12.35 siang dan take-off pada pukul 12.50 siang.
Hari itu hujan, sehingga gue bersama passanger yang lainnya harus berlari mengenakan payung menembus hujan untuk bisa sampai duduk di pesawat. Sebenarnya, gue punya sekelebat perasaan nggak enak di hari itu, entah apa dan kenapa, tapi rasanya gue sangat nervous!
Gue memilih untuk tidur di pesawat, sambil menunggu pramugari membagikan kami snack ringan beserta air mineral. Setelah mendapatkannya, gue pun kembali tidur. Lalu, lama-lama gue menyadari sesuatu…
Bahwa pesawat ini harusnya sebentar lagi akan landing tapi tidak ada pergerakan seakan pesawat sedang berusaha turun menembus awan. Gue pun panik, berdasarkan perkiraan, seharusnya kami sampai di Malang pukul 14.05 siang, tetapi sudah pukul 14.55 dan pesawat masih melayang tinggi. Kemudian prasangka buruk gue jadi kenyataan, pilot utama mengumumkan bahwa cuaca di Malang sedang tidak bersahabat dan pesawat terpaksa harus berputar diatas awan selama 30 menit ke depan.
Mendengar informasi tersebut, gue sontak kaget dan perut gue langsung keroncongan. Bagaimana nggak? Gue hanya sarapan soto mie dan makan siang dengan sepotong roti kecil! Lambung gue yang notabene punya penyakit maag gak akan sanggup nahan lapar berlama-lama…
Badan gue seketika keringat dingin dan bibir gue komat-kamit berdoa. Badan gue lemas kelaparan, rasanya ingin BAB! Tetapi masih harus nunggu selama 30 menit ke depan untuk bisa landing. Kaki gue sudah kaku kedinginan. Oh, benar-benar pengalaman terbang yang buruk bagi gue!
Setelah 30 menit berlalu, gue curiga karena nggak ada pergerakan pesawat untuk turun menembus awan lagi. Ternyata benar saja! Cuaca di Malang gak kunjung membaik dan kami pun harus landing di bandara Juanda, Surabaya. Perjalanan pun kami tempuh selama 30 menit lagi. Jadi total, gue digantung diatas awan selama satu jam, dengan perut kosong, badan kedinginan, dan masuk angin hingga ingin BAB.
Alhamdulillah, kami landing dengan selamat di Surabaya. Pilot utama memberi kabar bahwa untuk sementara kami sebagai penumpang jangan kemana-mana dan pesawat akan mengisi bahan bakar. Setelah itu, perut gue makin menggila! Rasanya ingin pingsan karena lemas. Gue pun langsung kalap mencari-cari makanan di dalam tas ransel gue, berharap ada keajaiban. DAN GUE PUN MENEMUKANNYA! Gue menemukan biskuit disana dan langsung gue lahap dengan brutal. Perut gue membaik sedikit, dan pilot pun memberi kabar bahwa kami akan terbang lagi ke Malang dengan waktu tempuh 15 menit…
Gue langsung senang dan berharap segera sampai, karena hari sudah semakin sore dan wilayah Bandara Abdurrahman Saleh Malang akan berkabut pastinya jika hari semakin gelap. Akhirnya, pesawat mendarat dengan sempurna di Malang pukul 16.40 sore. Kami turun dari pesawat dengan perasaan syukur, haru dan lega. Kami selamat dari cuaca yang buruk. Perut gue mulai lagi, kini ingin BAB dan gak bisa terbendung. Gue langsung lari terbirit-birit ke toilet dan menuntaskan hasrat ingin BAB gue, kemudian mengambil bagasi dan antre taxi hingga 30 menit lamanya sambil menghisap obat herbal andalan gue.
Pelajaran yang bisa kalian ambil adalah ; selalu siapkan cemilan dalam tas dan obat-obatan untuk menghadapi kemungkinan terburuk seperti cerita gue barusan, tapi yang terpenting dari itu semua adalah jangan lupa berdoa kepada Allah, dimanapun kapanpun!
Comments