top of page

Holiday in BALI

  • Vanessa Astari
  • Feb 5, 2017
  • 8 min read

Bali. Gue yakin sebagian besar orang Indonesia pasti tahu gimana keindahan dari pulau kecil disebelah pulau Jawa tersebut. Pulau yang biasa disebut Pulau Dewata ini juga hampir menjadi poros utama sasaran para turis untuk menghabiskan masa liburannya di Indonesia. Kebetulan, gue berkesempatan liburan ke Bali untuk yang kedua kalinya seumur hidup gue. Yang pertama kali adalah ketika gue masih duduk di bangku SD, gue berangkat kesana bersama keluarga gue. Sedangkan yang kedua kali adalah baru-baru ini ketika gue sudah jadi seorang mahasiswa.


Perjalanan ke Bali yang kedua kalinya ini merupakan perjalanan seru yang mungkin gak akan gue lupakan sampai kapanpun! Bagaimana enggak? Gue travelling bareng orang-orang yang baru gue kenal. Kami terdiri dari lima orang perempuan. Salah satunya bernama Olan, merupakan teman satu kostan gue dan kami bisa terbilang cukup dekat dalam setahun belakangan sejak jaman MABA (mahasiswa Baru), sementara empat orang sisanya gue kenal dari si Olan ini.


Singkat cerita, kami sudah dua kali ngadain meeting untuk menentukan destinasi perjalanan selama 5 hari di Bali. Anyway, Naomi dan Ines pesan tiket teralu cepat sehingga rencana kita yang tadinya mau 6 hari disana jadi terpaksa dipotong 6 hari, dan sementara gue, Olan dan Keke tetap bersikukuh akan liburan selama 6 hari disana. Oke, lanjut! Nah, kami sengaja nggak menyewa jasa tour guide agar kami bisa chill dan enjoy dengan cara kami sendiri. Kami yakin, kami bisa liburan dengan nyaman dan seru!


Sampailah kami di hari-H keberangkatan menuju Bali, the paradise island, they said. Kami sampai di Bali kurang lebih pukul 12 siang, kami menginap di dua hotel selama di Bali. Hotel pertama yaitu Max One Hotel yang berada di daerah Seminyak, kami bermalam 3 hari disana. Sementara hotel kedua yaitu J Boutique Hotel yang berada di daerah Kuta.


Di hari pertama, kami nggak bisa bergerak bebas untuk pergi kesana kemari sesuai rencana. Dari Bandara Ngurah Rai, kami sampai di hotel sekitar pukul setengah 2 siang. Kami bersih-bersih kamar sambil istirahat sementara Ines dan Naomi pergi untuk mencari counter ponsel yang terdekat. Saat itu, Keke belum datang karena dia terlambat pesan tiket sehingga flightnya pukul 3 siang.


Setelah beristirahat, kamipun siap-siap untuk menyambut sunset di Cocoon yang berhadapan langsung dengan La Plancha Beach. Seperti biasa perempuan-perempuan muda, Olan membawa kamera dan kitapun berusaha tampil secantik mungkin untuk difoto. Kami sampai di Cocoon pukul 4 sore, dimana matahari sedang berangsur tenggelam di ufuk barat. Sialnya, sinar matahari itu begitu terang sehingga kami kepanasan. Kami bahkan sempat pindah tempat agar tidak berhadapan langsung dengan bintang oranye itu. Gue dan teman-teman gue baru menyadari bahwa sunset di Bali akan terlihat sempurna ketika waktu menunjukkan pukul 6 sore atau lebih. Sehingga, ketika berada di Cocoon kami hanya minum dan ngemil sambil foto tetapi rasanya seperti sedang berjemur!


Nggak lama kemudian, Keke datang diantar seorang temannya yang kuliah di Udayana sambil membawa koper. Kami ngobrol-ngobrol sebentar sambil berfoto ria kemudian sekitar pukul 6 sore, kami memutuskan untuk pergi dari Cocoon menuju La Plancha Beach untuk melihat sunset lebih dekat. Disana, kami terkagum-kagum sama warna langitnya yang jingga keunguan dipadu dengan putihnya awan yang masih samar terlihat. Sementara pasirnya seolah menghitam dan hembusan angin kencang berbaur dengan debur ombak rasanya bikin hati kami tenang dan senang. Sebagai anak muda, pasti kami nggak lupa buat mendokumentasikan keindahan lukisan Allah tersebut. Sebenarnya, jujur saja gue pribadi sering agak lupa mendokumentasikan momen-momen indah di hidup gue, karena gue cenderung menikmati getaran momen itu dan membiarkannya menyusup ke sela-sela sel otak gue untuk kemudian disimpan dalam memori.



Setelah puas memandangi matahari yang terbenam, kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Malamnya kami sengaja jalan kaki di sekitaran hotel untuk mengisi perut. Untunglah, kami menemukan café yang harganya murah meriah, gue hanya menghabiskan Rp 40.000,- malam itu. Keesokan harinya kami breakfast di tempat super cute yang bernuansa vintage white and blue gitu. Namanya, Panama Kitchen & Pool. Kami semua sengaja berpakaian nuansa biru agar kelihatan menyatu dengan tema restaurannya hehehe. Biaya yang kami kocek untuk breakfast disana cukup oke, per-orang dikenakan minimum order Rp 70.000,- ! What a relief for student like us, right? Kami menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk makan dan berfoto disana.


After that, we have no where to go. We’re a little bit lost because of we ruined our own schedule, yeah we’re kinda stupid sometimes…Kami akhirnya hanya lihat-lihat ke pantai yang menyatu dengan Finn’s Beach Club. Kemudian kami memutuskan untuk kembali ke hotel, istirahat dan bersiap-siap untuk menyambut sunset di Potato Head Beach Club. Kebetulan, gue dan Olan ketiduran siang itu dan kami memutuskan untuk menitip makan siang ke Naomi dan Ines yang keluar untuk ambil uang di ATM. Selanjutnya kami siap-siap untuk pergi lagi.


Kami sampai disana pukul setengah 5 sore. Gue ingat itu hari jumat. Dan ternyata, area rerumputan tempat biasa kaula muda duduk dengan picnic style sambil menonton matahari terbenam sedang ditutup. Kami sungguh kecewa ditambah lagi, area sekitar pool sudah penuh terisi. Tersisa di rooftop dan kami pun terpaksa duduk disana.


Harga makanan dan minumannya sungguh fantastis! Rata-rata harganya sekitar Rp 150.000,- and up, sehingga kami nggak selera untuk makan. Kami hanya pesan minum kemudian berfoto-foto secara bergantian dan menonton sunset. Yah, bukan pengalaman yang cukup menyenangkan, pokoknya! Kami pun pulang jalan kaki dan memutuskan untuk makan malam di emperan pinggir jalan demi keselamatan hidup kami beberapa hari kedepan. Lagi-lagi Ines seperti ada masalah dan membuat kami pisah dua group. Keke, Naomi dan Ines tetap kembali ke hotel sementara gue dan Olan mencari makan. Untunglah! Kami menemukan ayam goreng pinggiran dengan harga Rp 15.000,- per-porsi. Dompet kami pun aman malam itu.


Kemudian, kami berencana untuk nongkrong dan menari di dance floor sebuah bar. Gue nggak akan menyebutkan nama barnya, tetapi mungkin kalian yang pernah ke Bali tahu maksud gue. Ines memutuskan untuk gak ikut kami dan stay di hotel. Kami pun berangkat pukul 10 malam, menggunakan jasa taxi online lagi. Sesampainya di bar tersebut, kami nggak melihat ada DJ yang sedang memainkan musik atau bule-bule yang menari disana. Setelah Olan bertanya, ternyata ‘dugem’ baru akan dimulai pukul 11 malam. Kami nggak mau minum alkohol sambil nunggu akhirnya memutuskan untuk cari tempat lain.


Tapi sial, rupanya itu satu-satunya tempat dimana kami bisa menari diiringi musik dari sang DJ. Pukul 11 tepat, kami mencoba masuk, dan sialnya pas giliran gue, salah seorang security menahan dan memintai KTP gue. Lantas, dengan polosnya gue mengeluarkan KTP dan gue dilarang masuk. Gue, Olan, Naomi dan Keke membujuk para security itu namun nihil! Kami tetap ditolak. Gue rasa, karena wajah gue teralu muda ditambah badan gue yang mungil membuat mereka curiga bahwa gue belum 21 tahun, sementara badan teman-teman gue bongsor dan bisa dianggap 21 tahun. Damn it, I should put some make up on my face, I guess?


Akhirnya kami pergi ke tempat lain. Disana tersedia dance floor, dan nggak ada minimum usia untuk bisa join. Tetapi lagu-lagunya kurang oke. Alhasil pukul 1 malam kami memutuskan untuk pulang karena merasa kurang seru.


Keesokan harinya kami check out dan pindah ke J Boutique Hotel. Lagi-lagi gue dan Olan tidur siang lalu memesan makanan dari restauran yang ada di hotel. Sementara yang lain sedang keluar untuk jalan-jalan disekitar hotel. Sore harinya, sesuai schedule kami akan pergi ke Nikki Beach. Kamipun bersiap-siap dan berangkat pukul setengah 4 sore.


Sesampainya di Nikki Beach, kami dimanjakan dengan pemandangan yang sangat cantik. Laut lepas menyambut kami, dan dipantainya ada tempat berjemur dilengkapi handuk dan payung yang siap pakai, juga ada canopy bed yang bebas diduduki siapapun, first come first served. Nikki Beach ternyata nggak hanya ada di Bali, tapi di beberapa tempat belahan dunia lainnya. Di Nikki Beach, kalian nggak akan diterror oleh minimum order atau entrance fees. Harga makanan dan minumannya juga menurut gue terbilang normal bahkan murah untuk tempat seindah itu. Gue merasa sore itu sedang berada di Maldives! Ahahaha.



Kami hanya pesan one pan crispy pizza dan dua gelas minum. Kemudian seperti biasa kami foto-foto disana. Menjelang pukul 5 sore, hujan dengan tiba-tiba mengguyur area Nikki Beach. Alhasil, kami jadi gagal melihat sunset disana. Kami berteduh ke restaurannya yang kelihatannya sering digunakan untuk fine dinning. Meski hujan, tetap saja ada beberapa turis yang masih nekat berenang sambil menikmati sisa sore yang ada. Kami menunggu hujan reda hingga 1 jam lamanya. Kemudian memutuskan untuk pulang dan bersiap ke Sky Garden.


Anyway, kami ini belum pernah ‘dugem’ yang sebenarnya, kami ingin mencobanya ketika di Bali (hanya karena…ya, inilah Bali, kami berada di momen yang tepat). Kali ini, Ines akhirnya mau ikut dengan kami karena Keke bilang kami akan dijaga oleh teman-teman lelakinya sehingga akan pulang dengan selamat. Untuk masuk Sky Garden, kalian hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 150.000,- dan akan mendapatkan minum. Biasanya dance floor dan panggung siap sekitar pukul 11 malam atau lebih. Sementara DJ sudah standby dari sebelumnya sambil memainkan musik. Kami berkenalan dengan 3 orang temannya Keke bernama Jo, Tuah, dan Victor. Malam itu kami aman karena mereka dengan baik menjaga kamidari para lelaki hidung belang.


Kami menghabiskan energi dengan menari hingga pukul 3 pagi dan pulang menggunakan taxi lokal yang harganya selangit! Kami pun langsung tertidur tanpa banyak bicara sesampainya di hotel. Keesokan paginya kami sudah ada jadwal sesi foto diatas floaties yang sengaja kami sewa untuk lucu-lucuan. Harga sewanya perhari sebesar Rp 125.000,- ditambah uang untuk deposit seandainya floaties tersebut rusak saat pengembalian. Tetapi uang deposit akan dikembalikan jika kalian nggak merusak floaties sama sekali. Untuk memompanya, kami diberi pompa listrik. Sekitar 1 jam lamanya akhirnya floaties mengembang sempurna. Gue dan Olan adalah yang pertama dapat giliran foto. Setelah itu, ketika giliran Keke dan Naomi tiba, hujan turun. Kamipun menunggu dengan sabar. Hujan tersebut menyirami bumi sekitar 3 jam lamanya, disela-sela kebosanan menunggu, kami berkenalan dengan sepasang kekasih asal India yang ramah. Keke pun dengan lucunya menari ala film-film Bollywood dan sukses membuat mereka berdua dan kami terhibur!

Sepasang kekasih itu baru datang tadi pagi katanya, mereka meminta rekomendasi kami untuk tempat-tempat bagus yang harus dikunjungi, dan tentu saja kami dengan senang hati memberitahunya. Kami sempat bilang nanti malam akan ke Sky Garden lagi karena ada promo Ladies Night yaitu free entry untuk kami para kaum hawa dan mengajak mereka berdua ikut serta untuk bertemu disana. Setelah hujan reda kami pun foto secara bergantian di kolam renang, dan lucunya Keke sempat kecebur saat akan naik ke atas floaties! Begitupun dengan Olan hahaha. Setelah itu kami semua mandi dan bersiap-siap untuk hunting foto lagi di Blue Point Beach, namun atas segala resiko angkutan umum yang dibeberkan supir taxi online kami, kamipun ubah tujuan menjadi ke Pandawa Beach. Tetapi Keke dan Ines nggak ikut, katanya mereka ada acara sendiri dengan teman-temannya yang kuliah di Udayana.

Gue, Naomi dan Olan pun berpikir ‘the show must go on’ dan kami berangkat. Sesampainya disana, kami sedikit kecewa dengan suasana pantainya yang kotor dan ramai pengunjung. Kamipun berusaha mencari spot foto yang sepi dan indah. Kami mendapatkannya! Kami memesan es kelapa muda seharga Rp 15.000,- , French fries seharga Rp 20.000,-, dan jamur goreng seharga Rp 25.000,- (if I’m not mistaken). Kami menghabiskan waktu berjam-jam disana hingga matahari terbenam. Setelah itu, terjadilah insiden ‘dompet hilang’ (baca : ask.fm.com/vanessastari) yang syukurlah ketemu di esok harinya ketika gue, Olan dan Keke bersama Jo, Tuah dan Victor menyewa mobil seharga Rp 200.000,- untuk jalan-jalan ke pantai-pantai Bali yang indah.

Well, kira-kira itu cerita singkat gue seputar Bali. Sebenarnya masih banyak hal that I would like to share to you tapi gue yakin, mata kalian akan pegal membacanya! Hahaha. Sekiranya, dari semua cerita gue, yang bisa kalian ambil adalah ; bayangan living cost selama menjadi turis di Bali. Gue memang nggak liburan secara backpacker tapi juga nggak liburan secara hedon. Untuk kalian yang berencana liburan ke Bali, dan gaya liburannya mirip gue, kalian bisa membawa uang minimal Rp 2.700.000,- tetapi jika kalian ingin lebih seru lagi, berangkatlah menggunakan kapal dan menginap di hotel sederhana yang aman, setelah itu sewa motor untuk kendaraan selama disana, kebetulan sewa motor cukup murah yaitu sekitar Rp 150.000,- per-hari.

Pokoknya, apapun gaya liburan kalian, nikmatilah itu selama yang kalian bisa. Karena setiap liburan pasti akan menuai cerita dan makna yang berbeda, sehingga kalian nggak akan bisa mengulangi hal yang sama. Nikmatilah, nikmati liburan kalian dengan segala kejutan yang ada. Last but not least, some people said that take a short vacation together could reveals your true personality. Be careful, fake people!

Comentários


V-A for Vanessa Astari

bottom of page