top of page

Beberapa Langkah Lagi...

  • Vanessa Astari
  • Feb 7, 2017
  • 7 min read

Beberapa Langkah Lagi

Saat masuk kuliah, awal semester, seperti biasa gue punya keinginan yang aneh-aneh. Ada juga keinginan yang berubah menjadi target. Target yang mungkin jika gue belum kesampaian mendapatkannya, setidaknya I'm trying real hard to show my best.

Ini bermula saat gue nggak sengaja kagum sama senior cowok yang super ganteng (sebelum gue memiliki kekasih). Btw, I'm not going to tell you the details haha.


Gue adalah orang yang jarang mengidolakan seseorang jika memang mereka sekedar cantik/ganteng/badai/body goals/relationship goals atau apapun itu yang menurut gue nggak penting untuk dijadikan patokan dalam mengidolakan seseorang. Okelah gue nggak munafik, appereance always got my attention first, tapi setelah itu gue biasanya ngestalk orang tersebut, apakah ada faktor pendukung yang bisa bikin gue ngefans saa dia atau enggak, misalnya apakah dia memiliki keahlian dalam suatu bidang, berprestasi di akademik, aktif di organisasi, atau apapun itulah pokoknya. Kalau nggak ada, mau seganteng atau secantik apapun....gak akan gue lirik lagi di kemudian hari.


Begitupun dengan para selebriti. Yang gue sukain aja sampe sekarang hanya sedikit, mau gue sebutin gak? Nggak usah ya, gue malas nyebutinnya hehehe. Intinya, gue lebih suka memperhatikan kualitas yang mereka punya daripada sekedar modal tampang atau penampilan.


Nah, si senior ini, gue stalk seperti biasa, dan ternyata dia nggak hanya ganteng, tapi juga berprestasi! Wah prestasinya banyak banget, bahkan gue sampai malas nyebutinnya (alasan lainnya adalah karena gue gak begitu tahu juga mengenai prestasi dia hehehe). Dan dari semua prestasi itu, gue jadikan referensi serta acuan prestasi gue selama perkuliahan berlangsung, ceritanya.


Langkah pertama adalah gue iseng-iseng waktu itu ada lomba debat bahasa inggris untuk mahasiswa Universitas Brawijaya semua fakultas, namanya NUDC, di tahun 2016. Kebetulan, undangan lomba tersebut datang terlambat ke fakultas gue (kayak lagunya Maudy ya 'cinta datang terlambat' tapi kalo ini sih 'undangan lomba datang terlambat' hehehe ok garing!), dan dikelola oleh BEM di kementrian PSDM, kementrian dimana gue sedang menjabat sebagai anggotanya, dan teman sekelas gue bernama Brelyan yang mengkoordinir informasi tersebut ke mahasiswa FPIK.


Mendengar ada lomba debat bahasa inggris, gue bersama teman gue, Nana (cowok), berniat 'iseng-iseng berhadiah' karena Brelyan diberi deadline untuk mengirim nama-nama delegasi FPIK ke panitia lomba maksimal dalam waktu 3-4 hari lagi, sementara penyelenggaraan NUDC nya sendiri adalah h-seminggu. Fyi, fakultas lain sudah mendapat undangan lomba dari sebulan sebelumnya! Ok, no comment soal itu, not my bussiness either.


Brelyan bilang ke gue dan Nana bahwa minimal ada 25 peserta untuk diseleksi oleh dosen untuk bisa menjadi delegasi dari FPIK sebanyak 3 orang....wow persaingannya ketat juga ya? Dari 25 menjadi 3 orang, ok gue nggak mau banyak berharap, setidaknya mencoba sambil membantu teman gue sesama anak PSDM untuk mensukseskan acaranya.


Dengan mantap gue dan Nana mengambil formulir seleksi, mengisinya, dan mengumpulkan di saat itu juga. Benar-benar modal nekat. Akhirnya nama yang terkumpul nggak sampai 25 orang, dan lebih parahnya, yang hadir saat seleksipun kurang dari nama yang terkumpul. Gue bisa lihat Brel tenang-tenang aja namun mungkin sebenarnya dia sedikit gugup.


Hari seleksi tiba. Gue, Nana dan Helen (Helen teman gue yang lain, mau ikutan 'iseng-iseng berhadiah' juga rupanya) hadir sambil membawa jas almamater kesayangan sekaligus kebanggaan Universitas Brawijaya. Jujur, gue merasa sakit perut saat itu! Apalagi setelah melihat wajah dari para pesaing gue...tapi, diam-diam gue bersyukur karena sempat belajar tata cara debat dalam bahasa inggris, dan topik apa yang biasa dijadikan bahan debat. Gue membantu Nana dan Helen sedikit dengan bercerita apa yang gue pelajarin semalam sebelum hari seleksi datang. Tapi nggak bisa banyak-banyak karena seleksi pun dimulai. Ada 5 dosen (kalau gue gak salah) yang mahir berbahasa inggris yang menjadi juri pada hari itu. Seleksi dilakukan di ruang rapat gedung B. Urutan seleksi disesuaikan dengan urutan mengisi absensi.


Sebelum masuk ke ruang eksekusi, kami diminta untuk mengambil undian topik debat. Debat dilakukan sendiri pas seleksi, jadi kalau kalian bisa membayangkan, seleksinya hanya kalian mengutarakan pendapat tentang topik yang diangkat dengan attitude, gesture, dan bahasa formal ala debat. Nggak ada lawannya secara kasat mata, tapi sebenarnya lawan kami adalah 5 dosen tersebut, karena nantinya dosen akan menggoyahkan pendapat kita.


Giliran gue tiba....gue mengambil undian dan masuk ruang eksekusi, salah seorang dosen meminta gue duduk dan mempersiapkan bahan buat argumen gue, entah pros atau cons. Yang gue ingat dari apa yang gue pelajari semalam, apapun pilihan kita terhadap topik, usahakan kita gak boleh goyah dan kelihatan ragu. Beberapa jam sebelum gue seleksi, gue sempat berdoa biar dapet topik tentang LGBT saja, karena itu seru banget dan menantang (nggak deng, justru itu topik yang gampang hahaha).


GUESS WHAT? GUE DAPET TOPIK TENTANG LGBT!!! Gue senang, gue duduk sambil case building, nyorat-nyoret kertas kosong yang disediakan oleh panitia, menumpahkan isi kepala gue...so far so good until I lost some words in english, damn it! Gue gak tahu bahasa inggrisnya dari kata tersebut apa, sedangkan kata tersebut merupakan kunci dari argumen gue. Ok dude, this is why there's a quote said : shit happens everyday. It does, and now it's on me. Gue berusaha mencari sinonim lainnya dalam bahasa inggris, dan buru-buru menyelesaikan sisa waktu gue untuk case building (waktu yang diberi cuma 1 menit). Seorang dosen berkata "Ok, time's up!" Gue hampir gak bisa napas, jantung gue mau berhenti rasanya!!!


Gue pun membacakan isi kertas gue, semampu gue, dengan improvisasi, ditambah sok jago, dengan sedikit bumbu nyolot dalam mengutarakan argumen gue. Lalu tiba-tiba sampailah gue pada stuck nggak tahu mau ngomong apalagi. Gue cuman "ummm...ehhhh...ummm" dan akhirnya gue akhiri aja argumen gue, gue udah gak peduliin grammar lagi, mau pake past tense kek, present tense kek, apakek...bodo amat yang penting gue terlihat pede (tapi sebenernya grammar lumayan penting sih). Beberapa dosen mencecar gue dengan pertanyaan yang menggoyahkan keyakinan gue terhadap argumen gue barusan, gue agak ngga sanggup menjawabnya. Tapi gue berusaha nyolot dan sok yakin, meski omongan gue hanya di ulang-ulang haha. Akhirnya penderitaan selesai.


Nana dan Helen langsung menghujani gue dengan puluhan pertanyaan ketika gue baru melangkah keluar dari ruangan mematikan itu. Urutan Nana adalah sebelum gue tadi, sementara Helen beberapa saat setelah gue. Saat gue lagi asik cerita tentang kebodohan grammar dan kekurangan vocab gue...tiba-tiba ada dua orang senior gue menghampiri. Yang satu adalah asisten praktikum renang, yang satu lagi asisten praktikum zoologi. Mereka berusaha mengorek informasi dari gue sedikit demi sedikit, TAPI LAMA-LAMA MENGGALI TAMBANG EMAS! Alias mereka menanyai hal yang teralu detail dan itu berpotensi untuk menguntungkan bagi mereka, sementara merugikan bagi gue. Nggak etis banget sih menurut gue, it shows that they're not profesional enough to be a competitor to others, I mean...it's ok if they asked me about how's my feeling inside the room, or how's my preparation last night for the election today, but please don't asked me how do I deliver my arguments or how I answered the judge's question about the motion of the debate itself.

Gue dengan ekspresi risih langsung jawab "yah ka...yang itu mah aku nggak bisa memberi tahu, maaf ya" gue respect mereka sebagai asisten praktikum gue, but dude, this is a competition, be fair, okay? Dan gue tahu tampang mereka juga agak sedikit kecewa. Tapi yah gue nggak peduli, yang jelas disini kita semua sama, bersaing buat duduk di salah satu dari 3 kursi yang tersedia.


Setelah Helen keluar dari ruang eksekusi, kami langsung izin Brelyan untuk jalan-jalan di sekitar karena kalau gue nggak salah, saat itu lagi ada Dekan Cup. Jadi kami mau lihat-lihat pertandingan di lapangan, sebelum pengumuman delegasi NUDC beberapa jam lagi. Sampai di lapangan, kami bertiga berpisah, gue memilih untuk menghampiri kekasih gue, Wichak, untuk sekedar bercerita soal seleksinya tadi. Gue sempat bilang juga ke Wichak kalau gue yakin bahwa gue nggak akan kepilih, karena gue nggak tahu apa-apa sama sekali soal debat.


Setiap kali dengar gue pesimis, Wichak hanya bisa geleng-geleng kepala sambil bilang "Kamu tuh udah negative duluan pikirannya, kebiasaan, yaudah dicoba dulu kan nggak ada salahnya?" terus gue garuk kepala, dan gue tiba-tiba perut gue sakit lagi. Gue ingin BAB hehehe.


Setelah Wichak mengantar gue ke kostan untuk BAB, sesampainya di kampus, Nana dan Helen langsung menarik gue untuk mendengar pengumuman siapa yang berhasil menduduki 3 kursi emas sebagai delegasi NUDC dari FPIK. Wah, gue jadi sedikit berharap. Kamipun bergegas menaiki anak tangga di gedung B.


Dosen-dosen juri tersebut secara bergantian memberi speech, motivation dan appreciate keberanian kami para peserta seleksi untuk berebut gelar"FPIK's NUDC Delegation 2016". Setelah basa-basi tersebut, gue jadi berdebar, penasaran siapa yang terpilih ya? Kami semua setia menunggu, ternyata salah satu dosen bilang "...And for some reason, we're not going to announce those three students that we've been deliberate to represent our faculty and join the NUDC competition, nanti kami akan memberitahukan secara personal ke nomor hp anda, terima kasih"


Oh man! C'mon! You make me curious! Akhirnya kami bubar dari ruangan dengan rasa penasaran sekaligus kecewa. Kami peserta seleksi dijanjikan akan dapat sertifikat, jadi sebelum kembali ke rutinitas masing-masing, kami diminta mengecek nama kami sudah ter-eja dengan benar di absensi untuk kepentingan sertifikat. Gue pun mengantre untuk cek nama, setelah itu tiba-tiba mas Resya (merupakan salah seorang senior gue yang sudah lulus dan sekarang sering bantu-bantu kegiatan di kampus) keluar ruangan dan memanggil nama gue, kak Ruli, dan kak Andi untuk kembali masuk ruangan. Gue deg-degan...tapi Brelyan senyum-senyum misterius. Terus agak bisik-bisik "selamat ya, Van" ok, dia memang memanggil gue 'Van' padahal gue udah pernah bilang gue benci dipanggil 'Van'.


Sesampainya di dalam...gue ternyata bersama dua senior gue itu adalah 3 orang yang terpilih untuk ikut NUDC 2016 dan mewakili FPIK!!! What a surprise? Gue senang sekali! Dan kami bertiga diminta latihan rutin setiap hari dengan mentor bule asli. It's gonna be amazing! Gue benar-benar belajar banyak dan menyerap ilmu sebisa gue selama latihan debat. I mean, I'm not gonna waste this opportunity to improve my english languange skills. Gue mendapat dukungan besar dari Wichak, dia bilang, dia sebel kalo gue pesimis padahal sebenarnya gue mampu dan gue bisa. He's right, gue bisa.


Disela-sela latihan debat, ada beberapa prosedur lomba yang nggak dimengerti si bule. Akhirnya kami diminta untuk menanyakan prosedurnya kepada delegasi FPIK tahun lalu. Ternyata delegasinya adalah si senior yang gue kagumi itu! Akhirnya gue berkesempatan ngobrol dengan dia via LINE seputar NUDC ini. Anyway! Gue nggak ada niatan apa-apa, karena gue benar-benar butuh informasi tersebut dalam waktu singkat.


Tentang lombanya sendiri, gue kebagian jadi N1 yaitu semacam juri debat. Jadi 1 tim terdiri dari 3 orang, 2 orang jadi debators, 1 orang jadi juri debat. Dalam 1 ruang debat terdiri dari 4 tim debat dan 4 atau 5 orang N1 dimana N1 dan debators dari 1 tim nggak boleh berada dalam satu ruangan. Jadi di random gitu di setiap ruangan. Dan......hasilnya mengecewakan. Tim FPIK kalah, masuk semi final pun enggak.


Mungkin gue belum menunjukkan yang terbaik. Gue masih banyak takut, ragu, dan nggak yakin sama apa yang gue lakuin. Mungkin lain kali gue harus lebih yakin dan tegas pada diri gue sendiri. Benar kata Wichak, nggak ada gunanya pesimis, ragu dan takut. Toh, kalau sudah takdir, kita akan berhasil. Kecewa pun juga nggak berguna kalau nggak di iringi dengan introspeksi diri.


Lain kali gue nggak boleh meremehkan apapun, berbuat sekedarnya dan nggak peduli. Gue harusnya bisa menunjukkan apa yang terbaik yang gue punya. Dalam hal apapun itu. Wichak bilang "jangan setengah-setengah, kesempatan gak datang 2x" dan gue percaya hal itu. Semoga di kesempatan berikutnya, gue bisa lebih baik dari ini.



Anyway, thanks to everyone behind that NUDC event! It such an honor to be choosen as one of the delegates and have a chance to experience it. Semoga di lain waktu, FPIK bisa menang.

Comments


V-A for Vanessa Astari

bottom of page